“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam secara menyeluruh. Dan janganlah mengikuti langkah-langkah
Syetan, sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu” (Qs al-Baqarah [2] :
208)
Islam adalah Dinullah, sistem hidup dan kehidupan
yang bersifat Syumuliyah (lengkap, sempurna). Tidak ada satu aspek
kehidupan-pun yang luput dari Kepengaturan islam. Bidang Ubudiyah, Muamalah,
Munakahah dan Jinayah atau IPOLEKSOSBUDHANKAM landasan Syari’at-Nya sudah
termaktub dalam Dusturul Muslimin (UUD kaum muslimin) yakni al-Qur’an dan
as-Sunah.
Allah mengutus Rasulullah Muhammad Saw adalah
untuk menyempurnakan Dinullah, sehingga menjadi pedoman utama umat manusia
hingga akhir jaman, “Pada hari ini telah aku sempurnakan bagimu
Dinmu…..”(Qs al-Maidah [5] : 3). Pasca turunnya ayat terakhir ini, maka
tugas Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul Allah telah berakhir. Tidak ada DIN lagi,
Syari’at lagi, UUD lagi yang berhak dan syah untuk mengatur kehidupan manusia
selain Dinul Islam, “Sesungguhnya Din yang diridloi disisi Allah adalah
al-Islam….(Qs ali Imran [3] : 19. “Dan barangsiapa yang mencari Din selain
al-Islam, maka ia tidak akan diterima. Dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang rugi” (Qs ali Imran [3] : 85).
Kaum lantardlo
Namun kesempurnaan al-Islam, diutusnya Muhammad
sebagai Nabi dan Rasul terakhir dan penyempurna Din yang juga dibawa para
Nabi dan Rasul sebelumnya (Qs 42 :13) dan dimuliakannya kaum muslimin sebagai
umat terbaik di akhir jaman tidak disukai oleh manusia-manusia thogou, manusia
takabur atau lebih tepatnya musuh-musuh Allah, “Dan orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan ridlo kepadamu hingga kamu mengikuti millah mereka….”(Qs
al-Baqarah [2] : 120).
Dengan penuh kesungguhan, terprogram dan
sistematis*[1] kaum lantardlo ini menyusun makar (Qs 8 : 30)
untuk memadamkan cahaya Allah, mengaburkan makna al-Islam sebagai Dinullah,
mendistorsi sejarah. Hingga mengembalikan dunia ini kepada peradaban Jahiliyah
setelah diterangi oleh peradaban agung (Al-Islam) selama berabad-abad.
Peradaban Jahiliyah yang mereka bangun sengaja
dikemas sedemikian rupa agar nampak sebagai sebuah kemajuan, kemodernan
dan kejayaan dunia*[2]. Dengan segala kesanggupan ilmiah dan materialnya,
kejahiliyahan modern memang mewujudkan beberapa kenyataan yang bermanfaat bagi
manusia, yang secara kualitas maupun kuantitas belum pernah terwujud pada zaman-zaman
sebelumnya. Itulah yang mengaburkan pandangan mata manusia, lebih hebat
daripada yang pernah terjadi di masa lampau, sehingga manusia menganggap
hidupnya berada diatas petunjuk yang benar.
Upaya ini semakin nampak terutama setelah
runtuhnya satu-satunya simbol Institusi Islam Dunia tahun 1924, yaitu
Kekhilafahan Utsmani di Turki. Kaum lantardlo ini mengirim utusan
untuk mengekspansi Negara-negara muslim yang sebelumnya berada dibawah naungan
Khilafah dengan misi 3 G : Gold, Gospel, terutama God dan kemudian menjajahnya.
Negara-negara dari daratan Eropa dan Amrik berbagi wilayah koloni, diantaranya
wilayah kita Nusantara ini dikuasai oleh Portugis, kemudian Belanda selama 350
tahun. Adalah Snouck Hugronye* [3] merupakan
tokoh yang berperan besar memudarkan kemurnian al-Islam dan mengaburkan makna
Dinulloh ini sehingga terjadi Iltibas/kolaborasi dengan Din Ghoer
Islam/al-Batil.
Pada masanya umat Islam dibuat berpecah belah/Devide
et impera, hingga melahirkan dua kubu besar umat yang senantiasa
bertentangan, yakni kubu Tradisionalis dan Kubu Modernis. Kemudian kaum lan
tardlo lebih berfihak kepada kubu Tradisionalis/abangan, hingga pecah Perang
Padri antara pasukan pimpinan Tuanku Haji dari Kaum Adat/Tradisionalis
yang dibantu Belanda dengan pasukan pimpinan Imam Bonjol dari Kaum
Padri/Modernis di Sumatera Barat. Pada perkembangan selanjutnya mereka juga
membuat “fatwa” larangan menterjemahkan al-Qur’an, mengharuskan
Khutbah Jum’at dengan Bahasa Arab dan melarang dengan memakai Bahasa Daerah
atau Nasional, memisahkan Islam dengan urusan Sosial Politik Kemasyarakatan
hingga pemahaman umat digiring untuk memaknai Islam sebagai agama ritual
belaka secara turun temurun (Qs al-Maidah [5] : 104).
Warisan Kaum lantardlo
Kendati kaum penjajah ini telah kembali ke
negerinya, namun mereka telah berhasil mewariskan ideologinya kepada anak
bangsa negeri ini. Sesuai dengan kehendak mereka, mereka tidak akan ridlo
kepada umat Muhammad sampai umat ini mengikuti millah mereka(Qs 2:120).
Dan Ironisnya para perusak Islam yang menggiring umat ini untuk mengikuti
millah mereka bukan lagi mereka sendiri, tapi para agennya, anak
bangsa ini yang notabene juga beragama Islam. Kalau di Turki ada Kemal Pasya,
di Indonesia ada Soekarno, Tan Malaka dan Muso. Sabda Nabi Saw, “Al-Islamu
mahjuubun bi muslimin”* [4].
Warisan kaum lantardlo yang hingga kini masih
dipakai oleh umat Islam, yang umat sendiri tidak menyadari bahwa ideologi atau
sistem yang diwariskan oleh kaum lantardlo ini adalah Kebatilan.
Bahkan dengan lantang umat termasuk tokohnya sendiri mengatakan bahwa tindakan
mereka sebagai bentuk Ijtihad*[5]. Diantara Sistem ideologi tersebut
adalah Sekulerisme, Demokrasi, Nasionalisme, Fluralisme dan HAM.
Sekulerisme
Faham ini adalah faham yang memisahkan antara
kehidupan agama dengan kehidupan Sosial politik Kemasyarakatan. Mereka menerima
hukum-hukum Allah, namun hanya sebagian saja, itupun yang bersifat
Ubudiyah/ritual. Sementara urusan kehidupan lainnya mereka menolaknya. “Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud
memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan
mengatakan : “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami
kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud
(dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) diantara yang demikian (iman
atau kafir)” (Qs an-Nisa [4] : 150).
Fluralisme
Faham ini adalah faham yang hendak
membaurkan/Iltibas antar Haq dan Batil dengan dalih kemajemukan. Isu SARA
(Suku, Agama, Ras) sengaja diangkat ke permukaan untuk menghadang perjuangan
para Mujahid Islam.. Hingga keyakinan untuk menegakkan Hak dan menghancurkan
Batil dianggap suatu tindakan terorisme. Perdamaian, Toleransi dan Kemajemukan
yang mereka gemakan adalah misi sefihak. Ketika Umat Islam hendak membela dan
memperjuangkan keyakinannya mereka bersuara lantang untuk menghadangnya.
Sementara ketika Misi Kristenisasi semakin merajalela mereka diam seribu
bahasa. Bahkan ada diantara tokoh yang mengaku tokoh Islam menjadikan
Perjanjian Hudaibiyah sebagai penisbatan fluralisme*[8].
Islam mengakui keberagaman, namun bukan berarti
keaneka ragaman keyakinan harus dipadukan/dicampuradukkan (Qs al-Kafirun [109)
: 6), tapi berdampingan untuk saling menghormati dibawah kendali orang-orang
beriman dan bertaqwa (pemerintahan Islam), “Hai manusia sesungguhnya Kami
telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal, Sesungguhnya
orang-orang yang paling mulia diantaramu adalah orang-orang
Bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi mengabarkan”
(Qs al-Hujurat [49] : 13)
Hak Asasi manusia
Faham ini adalah faham yang hendak menjadikan
segala bentuk perbuatan, tindakan dan sikap manusia dibenarkan dengan dalih
manusia memiliki Hak Asasi, hak yang mendasar kendati bertentangan dengan nilai-nilai
Rububiyah*[9]. Sehingga para pelaku maksiyat; mesum, pornoaksi berlindung
dibawah payung HAM dengan dalih tindakannya sebagai Hak berekspresi seni.
Apabila membentuk masyarakat, maka segala aturan yang dibuat senantiasa akan berorientasikan
kepada kepentingan pribadi atau hak-hak individu (individualisme).
Mereka banyak menuntut HAM daripada KAM (Kewajiban Asasi Manusia). Mereka lebih
mementingkan kesenangan pribadi sendiri daripada kehidupan sosial. Allah
berfirman, “Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka,
niscaya akan binasalah langit dan bumi ini beserta apa-apa yang ada
padanya…” (Qs al-Mu’minun [23] : 71).
Padahal Al-HAQ hanyalah milik Allah semata, “Al-Haq
itu dari Rabmu, maka janganlah kamu menjadi orang-orang yang ragu”(Qs
al-Baqarah [2] : 147). Kewajiban manusia adalah beribadah kepada-Nya,
yakni menegakkan HAK-NYA (yaitu tegak Hukum dan KekuasaanNya), “Hai manusia
beribadahlah kepada Rabmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu.
Agar kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa” (Qs al-Baqarah [2] : 21).
Manusia kembali kepada Rabnya
Jahiliyah modern yang telah dibangun oleh kaum
lan tardlo dengan segala jenis thagutnya mengira akan dapat menghancurkan,
bahkan mengira telah menghancurkan Din Allah. Ia berhak mempunyai perkiraan
demikian. Orang yang melihat peta bumi sepintas lalu tentu akan tertegun
menyaksikan panji jahiliyah berkibar di setiap tempat pada permukaan bumi.
Sebaliknya ia tidak melihat sebuah panji Islam pun yang berkibar. Akan tetapi
Din Allah sama sekali tidak tergantung kepada manusia, “….dan Allah tetap
menyempurnakan Din-Nya, kendati orang-orang kafir tidak menyukainya.”(Qs
Ash-Shaf [61] : 8).
Kesengsaraan berat yang diderita umat manusia
yang hidup dibawah kekuasaan Jahiliyah di muka bumi ini; kerusakan akibat
kezaliman sistem thogut di bidang politik, ekonomi, sosial, moral dan segala
bidang kehidupan lainnya merupakan beberapa faktor yang akan mendorong manusia
kembali kepada RabNya. Manusia akan merindukan sistem hidup dan kehidupan yang
dilandasi nilai-nilai Ilahiyah.
Namun untuk mewujudkan kerinduan manusia terhadap
Rabnya tersebut, tidak akan terwujud oleh umat Islam yang hanya berpangku
tangan, seraya memperbanyak dzikir, Sholawat, istighosah belaka di
masjid-masjid. “….Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu
kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka….”(Qs ar-Rad [13] :
11).
Bila Allah menghendaki, Dia akan membangkitkan
kembali DinNya melalui umat lain yang sanggup melaksanakan tugas kewajiban
dengan sebenar-benarnya. “Hai manusia, bila Allah menghendaki, Dia berkuasa
melenyapkan kalian dan mendatangkan umat manusia (untuk menggantikan kalian).
Allah MahaKuasa berbuat hal itu”(Qs An-Nisa [4] : 133).
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang
yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan
bagi mereka Din yang telah diridloi-Nya untuk mereka….”(Qs An-Nur [24] :55).*